"Harga di peternak Rp 8 ribu sekilo. Kalau dijual di pasar Rp 22-23 ribu sekilo mereka sudah untung banyak. Namun, mereka menjual Rp 28-30 ribu sekilo. Mereka ambil untung banyak memanfaatkan momen anjloknya harga ayam di peternak," tandasnya
Koordinator Kelompok Peternak Ayam Broiler Mojokerto Bagus Dian Pratama mengatakan terdapat 2 jenis perusahaan yang berperan dalam budi daya ayam potong di wilayahnya. Yaitu perusahaan kemitraan mandiri dan perusahaan integrator.
Perusahaan kemitraan mandiri tidak memproduksi pakan ternak maupun bibit ayam broiler. Mereka hanya menyuplai pakan, bibit, obat-obatan dan vitamin kepada peternak yang menjadi mitra mereka. Saat panen mereka mengambil ayam dari peternak untuk dijual ke pasar-pasar tradisional di wilayah Mojokerto, Surabaya, Jombang, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo dan Lamongan.
"Perusahaan integrator bergerak di bidang produksi pakan ternak, punya pabrik pakan sendiri, punya fasilitas pembibitan sendiri, punya budi daya skala besar. Dulu integrator bertugas hanya sebagai penyedia pakan. Sekarang integrator memonopoli bisnis ayam mulai hulu sampai hilir," kata Bagus
Bagus menjelaskan, populasi ayam di Mojokerto saat ini mencapai 1,2 juta ekor. Suplai ayam ke pasar-pasar tradisional setiap pekannya mencapai 900 ribu ekor. Dari jumlah itu, sekitar 30-32 persen atau 360-384 ribu ekor ayam dibudidayakan oleh perusahaan integrator.Karena pakan dan bibit ayam diproduksi sendiri, lanjut Bagus, maka harga break even point (BEP) ayam budidaya perusahaan integrator di bawah Rp 10 ribu/Kg. Sementara harga BEP para peternak mandiri di Mojokerto jauh lebih tinggi, yaitu Rp 18 ribu/Kg. Karena tingginya biaya perawatan ayam.
"Harga BEP perusahaan integrator di bawah Rp 10 ribu sekilo. Mereka kemudian memasuki pasar basah kami, yaitu pasar-pasar tradisional. Karena banyaknya populasi ayam, imbasnya suplai melimpah. Mereka mengobral ayam di pasar dengan harga murah supaya cepat laku. Sehingga harga di tingkat peternak ikut anjlok menjadi Rp 8 ribu/kg," terangnya.
Sementara perusahaan kemitraan mandiri, kata Bagus, tidak mempunyai kemampuan modal untuk memainkan harga ayam broiler di pasar. Pasalnya, perusahaan kecil sudah terikat kontrak harga dengan para peternak.
"Harga kontrak dengan peternak Rp 17-18 ribu/kg. Jelas mereka rugi kalau harga sekarang anjlok Rp 8 ribu/kg," ungkapnya.
Sebagai kelompok peternak rakyat, menurut Bagus, pihaknya tidak mungkin melawan monopoli perusahaan integrator. Oleh sebab itu, dia berharap perusahaan integrator berhenti menyerbu pasar-pasar tradisional dengan ayam hasil budi daya mereka.
"Harapan kami mungkin mereka harus punya pasar sendiri. Misalnya hotel dan restoran. Itu kan permintaannya juga lumayan besar," ujarnya.
Selain monopoli perusahaan integrator, Bagus juga mencium adanya permainan para pedagang ayam. Hal itu dibuktikan dengan tingginya disparitas antara harga ayam di tingkat peternak dengan daging ayam di pasar. Menurut dia, seharusnya selisih harga ayam di peternak dengan pasar maksimal Rp 12 ribu/Kg.
"Harga di peternak Rp 8 ribu sekilo. Kalau dijual di pasar Rp 22-23 ribu sekilo mereka sudah untung banyak. Namun, mereka menjual Rp 28-30 ribu sekilo. Mereka ambil untung banyak memanfaatkan momen anjloknya harga ayam di peternak," tandasnya.#nur_cgo