Caping Gunung Indonesia - Trenggalek,Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Trenggalek melakukan terapi psikologi pelajar. Terapi ini dilakukan ke pelajar yang berperilaku menyimpang di lingkungan sekolah. Proses dilakukan bersama sejumlah pakar.
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinsos P3A Trenggalek, Christina Ambarwati, mengatakan, terapi dilakukan secara bersama-sama di Gedung Bhawarasa dalam nuansa santai dan penuh keceriaan. Dalam prosesnya, para pelajar dan guru juga diajak melakukan beberapa permainan untuk menghilangkan tekanan psikologi.
"Pesertanya ini tidak hanya anak-anak yang memiliki penyimpangan perilaku di sekolah saja, tapi juga melibatkan pelajar lain yang tidak memiliki persoalan. Ini kami lakukan agar mereka tidak merasa terbebani atau tersudut," kata Christina saat ditemui di Gedung Bhawarasa Komplek Pendopo Trenggalek, Jumat (27/10/2017).
Menurutnya, pemulihan psikologis para pelajar juga melibatkan para pakar di bidang masing-masing. Salah satunya dokter ahli yang membidangi Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Napza).
"Hari ini kami lebih fokus untuk mengatasi ketergantungan diri dari minuman keras hal berbahaya lainnya. Dalam hal ini, tadi dijelaskan oleh dokter Tita tentang miras dan bahayanya serta cara mengatasi ketergantungan," ujarnya.
Dijelaskan dia, untuk mengurangi ketergantungan itu ada tiga langkah yang harus dilakukan. Yakni kesadaran atau niat kuat dari masing-masing pribadi yang bersangkutan, menghindari kelompok yang berpotensi memberikan pengaruh kembali menggunakan Napza serta self healing atau terapi secara mandiri melalui penguatan kegiatan spritual.
Christina mengaku, selain mendapat edukasi tentang Napza, para pelajar tersebut juga diberi pembekalan tentang pemanfatan teknologi internet dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan benar.
"Responnya anak-anak cukup bagus, mereka tidak merasa sebagai orang yang perlu dilakukan rehabilitasi, karena konsep kita adalah belajar bersama dan bersenang-senang, sehingga mereka cukup ceria di sini," imbuhnya.
Lebih lanjut Kabid P3A ini mengakui, pemulihan psikologis para pelajar yang memiliki penyimpangan perilaku di sekolah maupun lingkungan keluarga, memerlukan penangan khusus dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Pihaknya mengimbau, proses tersebut juga mendapat dukungan dari lingkungan maupun orang-orang terdekatnya, dengan tidak melakukan bullying. Karena bila hal itu tetap dilakukan, maka akan berdampak buruk terharap pelajar tersebut.
"Misalkan, guru menyalahkan orang tua, nanti orang tua pasti akan melakukan pelampiasan dengan menyalahkan anak, nah ini yang berbahaya, bisa-bisa anak akan tertekan dan melakukan tindakan nekat," katanya.
Sejumlah kasus penyimpangan perilaku pelajar di Trenggalek sempat menjadi viral di media sosial. Di antaranya aksi 10 pelajar setingkat SMP yang melakukan pesta miras di salah satu rumah warga dan sejumlah siswa SD yang pesta rokok elektrik/vape di lingkungan sekolah. #nurul_cgo
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinsos P3A Trenggalek, Christina Ambarwati, mengatakan, terapi dilakukan secara bersama-sama di Gedung Bhawarasa dalam nuansa santai dan penuh keceriaan. Dalam prosesnya, para pelajar dan guru juga diajak melakukan beberapa permainan untuk menghilangkan tekanan psikologi.
"Pesertanya ini tidak hanya anak-anak yang memiliki penyimpangan perilaku di sekolah saja, tapi juga melibatkan pelajar lain yang tidak memiliki persoalan. Ini kami lakukan agar mereka tidak merasa terbebani atau tersudut," kata Christina saat ditemui di Gedung Bhawarasa Komplek Pendopo Trenggalek, Jumat (27/10/2017).
Menurutnya, pemulihan psikologis para pelajar juga melibatkan para pakar di bidang masing-masing. Salah satunya dokter ahli yang membidangi Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Napza).
"Hari ini kami lebih fokus untuk mengatasi ketergantungan diri dari minuman keras hal berbahaya lainnya. Dalam hal ini, tadi dijelaskan oleh dokter Tita tentang miras dan bahayanya serta cara mengatasi ketergantungan," ujarnya.
Dijelaskan dia, untuk mengurangi ketergantungan itu ada tiga langkah yang harus dilakukan. Yakni kesadaran atau niat kuat dari masing-masing pribadi yang bersangkutan, menghindari kelompok yang berpotensi memberikan pengaruh kembali menggunakan Napza serta self healing atau terapi secara mandiri melalui penguatan kegiatan spritual.
Christina mengaku, selain mendapat edukasi tentang Napza, para pelajar tersebut juga diberi pembekalan tentang pemanfatan teknologi internet dalam kehidupan sehari-hari secara baik dan benar.
"Responnya anak-anak cukup bagus, mereka tidak merasa sebagai orang yang perlu dilakukan rehabilitasi, karena konsep kita adalah belajar bersama dan bersenang-senang, sehingga mereka cukup ceria di sini," imbuhnya.
Lebih lanjut Kabid P3A ini mengakui, pemulihan psikologis para pelajar yang memiliki penyimpangan perilaku di sekolah maupun lingkungan keluarga, memerlukan penangan khusus dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Pihaknya mengimbau, proses tersebut juga mendapat dukungan dari lingkungan maupun orang-orang terdekatnya, dengan tidak melakukan bullying. Karena bila hal itu tetap dilakukan, maka akan berdampak buruk terharap pelajar tersebut.
"Misalkan, guru menyalahkan orang tua, nanti orang tua pasti akan melakukan pelampiasan dengan menyalahkan anak, nah ini yang berbahaya, bisa-bisa anak akan tertekan dan melakukan tindakan nekat," katanya.
Sejumlah kasus penyimpangan perilaku pelajar di Trenggalek sempat menjadi viral di media sosial. Di antaranya aksi 10 pelajar setingkat SMP yang melakukan pesta miras di salah satu rumah warga dan sejumlah siswa SD yang pesta rokok elektrik/vape di lingkungan sekolah. #nurul_cgo
0 comments:
Posting Komentar