Caping Gunung Indonesia - Aksi dramatis dari seorang seniman yang bekerja bersama aktivis lingkungan hidup dengan mengukir bekas perkebunan sawit jadi bertanda “SOS.” Aksi untuk menyoroti kehancuran hutan di Indonesia ini dilakukan di tepian hutan lindung Sumatera.
Huruf “SOS” membentang setengah kilometer (1.600 kaki) di plot seluas 100 hektar di Bukit Mas, Sumatera Utara, dekat ekosistem Leuser-tempat terakhir orangutan, badak, harimau dan gajah hidup bersama.
“Dari tanah, Anda tidak akan curiga apa-apa lebih dari sekadar perkebunan sawit lain tetapi dari pandangan udara menunjukkan tanda SOS,” kata Ernest Zacharevic, seniman Malaysia dari Lithuania, dalam sebuah pernyataan.
Pekerjaan ini, bekerja sama dengan kelompok konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS) yang berbasis masyarakat dan perusahaan kosmetik Lush. Mereka mengumpulkan dana untuk membeli perkebunan one-time melalui penjualan 14.600 sabun berbentuk orangutan tahun lalu.
Tujuannya adalah, benar-benar menghijaukan kembali lahan itu, yang sekarang dimiliki oleh sayap organisasi SOS di Indonesia, the Orangutan Information Center (OIC), dengan bibit pohon asli. Akhirnya menghubungkan kawasan itu dengan lokasi penghijauan OIC terdekat.
Sebelum membersihkan lahan sawit untuk penghijauan, kelompok ini merekrut Zacharevic untuk membuat panggilan darurat ke seluruh dunia berupa ukiran ‘SOS.’
“Zacharevic berbagi ide kreatif yang sangat berani bersama kami saat itu, dan kebetulan saja tanah yang baru kami beli itu adalah kanvas yang sempurna,” kata SOS di situsnya.
Sekitar seminggu, seniman ini bekerja di lahan itu, menyusun konsep, dan akhirnya menebang 1.100 sawit untuk menguraikan pesan ini.
“Save Our Souls adalah pesan yang disampaikan kepada mereka yang berada di kejauhan,” kata Zacharevic tentang karyanya. “Karena lebih banyak hutan hilang, kita kehilangan sedikit dari diri kita sendiri dalam prosesnya.”
Instalasi ini merupakan bagian dari kampanye kesadaran artistik Zacharevic yang disebut “Splash and Burn,” yang dimulai dua tahun lalu. Judul ini berdasarkan permainan praktik tebang-dan-bakar yang biasa digunakan operator perkebunan dan petani Indonesia dalam membersihkan lahan hutan hujan untuk pertanian monokultur.
Dengan kampanye ini,Zacharevic bertujuan, memperkenalkan perspektif baru pada diskusi tentang minyak sawit. Dia juga ingin menjembatani kesenjangan antara korupsi di industri sawit dan kesadaran konsumen global lebih luas.
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia, minyak nabati pada banyak produk mulai dari pasta gigi dan krimer kopi, hingga kue kering dan biofuel. Ekspansi industri pesat dan tak berkelanjutan ini telah membawa banyak korban di hutan Indonesia, baik penduduk maupun satwa liar.
Pada 2015, negara ini menyaksikan kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan kabut asap terburuk. Asap kebakaran merugikan setengah juta orang Indonesia, menurut perkiraan pemerintah, dan berimbas juga ke negara-negara tetangga.
Pada puncak bencana, emisi karbon dioksida harian akibat pembakaran melebihi dari semua aktivitas ekonomi Amerika Serikat.“Sawit yang ditebang untuk karya Zacharevic akan dimanfaatkan dengan baik,” kata Helen Buckland, Direktur SOS. “Sawit yang jatuh akan jadi kompos untuk mempersiapkan lahan restorasi.”
Huruf “SOS” membentang setengah kilometer (1.600 kaki) di plot seluas 100 hektar di Bukit Mas, Sumatera Utara, dekat ekosistem Leuser-tempat terakhir orangutan, badak, harimau dan gajah hidup bersama.
“Dari tanah, Anda tidak akan curiga apa-apa lebih dari sekadar perkebunan sawit lain tetapi dari pandangan udara menunjukkan tanda SOS,” kata Ernest Zacharevic, seniman Malaysia dari Lithuania, dalam sebuah pernyataan.
Pekerjaan ini, bekerja sama dengan kelompok konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS) yang berbasis masyarakat dan perusahaan kosmetik Lush. Mereka mengumpulkan dana untuk membeli perkebunan one-time melalui penjualan 14.600 sabun berbentuk orangutan tahun lalu.
Tujuannya adalah, benar-benar menghijaukan kembali lahan itu, yang sekarang dimiliki oleh sayap organisasi SOS di Indonesia, the Orangutan Information Center (OIC), dengan bibit pohon asli. Akhirnya menghubungkan kawasan itu dengan lokasi penghijauan OIC terdekat.
Sebelum membersihkan lahan sawit untuk penghijauan, kelompok ini merekrut Zacharevic untuk membuat panggilan darurat ke seluruh dunia berupa ukiran ‘SOS.’
“Zacharevic berbagi ide kreatif yang sangat berani bersama kami saat itu, dan kebetulan saja tanah yang baru kami beli itu adalah kanvas yang sempurna,” kata SOS di situsnya.
Sekitar seminggu, seniman ini bekerja di lahan itu, menyusun konsep, dan akhirnya menebang 1.100 sawit untuk menguraikan pesan ini.
“Save Our Souls adalah pesan yang disampaikan kepada mereka yang berada di kejauhan,” kata Zacharevic tentang karyanya. “Karena lebih banyak hutan hilang, kita kehilangan sedikit dari diri kita sendiri dalam prosesnya.”
Instalasi ini merupakan bagian dari kampanye kesadaran artistik Zacharevic yang disebut “Splash and Burn,” yang dimulai dua tahun lalu. Judul ini berdasarkan permainan praktik tebang-dan-bakar yang biasa digunakan operator perkebunan dan petani Indonesia dalam membersihkan lahan hutan hujan untuk pertanian monokultur.
Dengan kampanye ini,Zacharevic bertujuan, memperkenalkan perspektif baru pada diskusi tentang minyak sawit. Dia juga ingin menjembatani kesenjangan antara korupsi di industri sawit dan kesadaran konsumen global lebih luas.
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia, minyak nabati pada banyak produk mulai dari pasta gigi dan krimer kopi, hingga kue kering dan biofuel. Ekspansi industri pesat dan tak berkelanjutan ini telah membawa banyak korban di hutan Indonesia, baik penduduk maupun satwa liar.
Pada 2015, negara ini menyaksikan kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan kabut asap terburuk. Asap kebakaran merugikan setengah juta orang Indonesia, menurut perkiraan pemerintah, dan berimbas juga ke negara-negara tetangga.
Pada puncak bencana, emisi karbon dioksida harian akibat pembakaran melebihi dari semua aktivitas ekonomi Amerika Serikat.“Sawit yang ditebang untuk karya Zacharevic akan dimanfaatkan dengan baik,” kata Helen Buckland, Direktur SOS. “Sawit yang jatuh akan jadi kompos untuk mempersiapkan lahan restorasi.”
Dia berharap, melihat orangutan dan banyak spesies lain berkeliaran di hutan muda baru dalam beberapa tahun mendatang. Kehilangan habitat karena deforestasi dan perburuan yang merajalela mendorong populasi orangutan Sumatera terancam punah.
0 comments:
Posting Komentar