Ing Ngarsa Sung Pawarta Ing Madya Mangun Karya Tut Wuri Jaya-jaya Wijayanti

our facebook page

Sebab Kecanduan Internet


Sebab Kecanduan Internet
Kecanduan internet atau dalam istilah medis Internet Addiction Disorder (IAD) mulai menjadi masalah yang kerap menghinggapi pengguna internet, terutama anak muda.
Caping Gunung Indonesia - Sekarang ini, mungkin lebih dari setengah penduduk bumi sudah menjadi pengguna internet. Hal ini cukup masuk akal, mengingat saat ini jumlah pengguna terdaftar di jejaring sosial terbesar di dunia, Facebook, sudah mendekati angka 1,5 miliar orang! Penduduk bumi sendiri kini diprediksi mencapai 7 miliar orang.

Dengan jumlah pengguna sebanyak itu tidak, pastinya terdapat pengguna yang mengalami masalah terkait internet, seperti kecanduan. Kecanduan internet atau dalam istilah medis Internet Addiction Disorder (IAD) mulai menjadi masalah yang kerap menghinggapi pengguna, terutama anak muda.

Seseorang dapat didiagnosa sebagai penderita IAD saat dirinya memiliki dorongan besar untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di dunia maya dan mengabaikan kegiatannya yang lain. IAD sendiri dapat menyebabkan berbagai masalah, mulai dari konflik hubungan dengan orang-orang tercinta, pekerjaan, hingga kesehatan pribadi.

Terutama saat kecepatan akses internet semakin tinggi, dari yang awalnya hanya di jaringan 3G kini mulai beralih ke 4G, dari komputer PC ke smartphone, semuanya membuat peningkatan keterikatan seseorang dengan internet. Saat mulai mengalami masalah mental ini, seseorang biasanya akan mengalami kecemasan bahkan depresi saat harus berjauhan dengan internet. Di beberapa kasus parah, bahkan akses yang ’lemot’ pun bisa memicu luapan emosi yang negatif.

Lalu apa yang menjadi penyebab munculnya kecanduan internet? Sebenarnya banyak sekali faktor yang melatarbelakanginya. Mulai dari masalah personal hingga hormon otak bisa menjadikan seseorang kecanduan internet. Berikut adalah 5 penyebab yang kerap kali menjadikan seseorang sebagai ’internet addict’.

Masalah pribadi

Sebagai manusia tentunya kita tidak bisa lari berbagai masalah yang muncul setiap harinya. Meskipun berulang kali diselesaikan, namun masalah baru selalu muncul dan memberikan warna tersendiri bagi hidup manusia.

Bagi beberapa orang, masalah-masalah tersebut justru membuat hidup mereka lebih bermakna. Namun berbeda dengan ’calon’ pecandu internet. Masalah-masalah yang muncul tiada henti sering membuat mereka membutuhkan sesuatu untuk ’menyandarkan’ diri, dan internet adalah salah satunya. Kecanduan internet yang disebabkan oleh masalah pribadi seperti ini biasanya mirip dengan kecanduan rokok, alkohol, dan narkoba.

Tingkat stres yang tinggi dan kondisi mental juga kerap membuat seseorang lebih suka berpaling ke internet, menjadikannya obat utama selain berusaha menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya, seorang istri yang tidak mendapatkan perhatian dari suaminya berpotensi untuk mencari perhatian lain dari orang asing di internet. Jika dibiarkan hal ini dapat membuat wanita tersebut kecanduan internet. Bahkan, bisa saja setiap kali ada masalah dengan suami, dia akan menjadikan internet sebagai tempat ’curahan hati’.

Respon biokimia otak

Dalam beberapa kasus kecanduan, muncul sebuah perasaan nikmat saat mereka terkoneksi dan dapat berselancar di dunia maya. Perasaan senang atau nikmat tersebut kemungkinan besar terkait dengan hormon endorphin yang dikeluarkan oleh hipotalamus otak.

Hormon ini keluar saat seseorang bahagia, seperti saat mengakses internet. Keluarnya hormon endorphin sendiri berbeda pada tiap orang, tergantung dari kebiasaan mereka. Oleh sebab itu, jika seseorang mulai terbiasa dengan kebahagiaan di internet secara berlebihan, terdapat kemungkinan bila dia kelak menderita IAD.

Karena endorphin sendiri adalah anti nyeri alami, tidak jarang seseorang dapat terus menerus online dengan posisi yang sama tanpa merasa lelah atau nyeri. Padahal, jika melakukan kegiatan lain dengan posisi yang sama, misalnya mengerjakan tugas, akan lebih mudah bagi mereka untuk merasa capai atau pegal. Perlu diketahui bila hormon endorphin juga turut menjadi penyebab munculnya kelainan jiwa lain seperti OCD (Obsessive Convulsive Disorder).

Sama seperti orang yang mengalami OCD, mereka tidak akan cepat puas jika hanya dapat online dalam waktu yang sebentar.

Rasa malu berlebih

Rasa malu dapat diartikan sebagai perasaan tidak nyaman saat melakukan sebuah interaksi dengan orang lain atau ketika masuk kesegala hubungan sosial dengan masyarakat. Rasa malu yang berlebih kerap membuat seseorang menjauh dari apa yang mereka cita-citakan, meningkatkan kecemasan, hingga pikiran negatif.

Seseorang yang memiliki rasa malu tinggi saat melakukan interaksi di dunia nyata seringkali lebih nyaman saat berkomunikasi di dunia maya. Internet juga menawarkan sesuatu yang sulit didapat di dunia nyata, yakni ’profil’ anonim. Dengan menjadi anonim, seseorang dapat bebas berekspresi tanpa perlu takut identitasnya diketahui.

Saat online secara anonim, rasa malu bisa hilang dan dapat berinteraksi tanpa rasa takut atau bahkan penyesalan. Hal ini lah menjadi awal mula ketergantungan internet. Internet dapat dianggap menjadi satu-satunya tempat mereka bisa bebas dan menjadi diri sendiri.

Tentu saja hal ini tidak selamanya berdampak negatif, namun banyak yang akhirnya mengabaikan interaksi sosial di dunia nyata yang sebenarnya jauh lebih penting. Alhasil, banyak netizen dengan IAD yang hubungan keluarga atau pertemanannya rusak.

Internet sebagai sarana melarikan diri

Alasan yang keempat ini boleh dibilang sebagai gabungan dari masalah pribadi dan rasa malu berlebih. Saat kedua hal tersebut terjadi pada seorang netizen, maka dirinya bisa menganggap interaksi via dunia maya menjadi sangat berguna. Bahkan tidak sedikit, orang dengan masalah berjibun menganggap forum-forum atau jejaring sosial sebagai sarana untuk relaksasi.

Tetapi perlu disadari jika motivasi untuk relaksasi tersebut bisa berkembang seiring dengan mengalirnya waktu. Saat pengguna internet sudah terlanjur memiliki ikatan yang kuat terhadap akun-akun serta pengguna lain, maka mereka sangat berpotensi untuk mengalami kecanduan internet.

Lama-kelamaan mereka berpikir bila teman-teman online mereka dapat membantu mereka kabur dari segala masalah hingga memuaskan kebutuhan interaksi yang tidak mereka dapat di dunia nyata. Bahkan, ada beberapa netizen yang sengaja membuat akun palsu lain untuk diajak interaksi.

Perilaku yang negatif tersebut justru dapat meningkatkan gejala depresi dan perasaan tidak diterima dalam masyarakat. Netizen yang sudah masuk tahap ini ada baiknya segera berkonsultasi dengan orang yang lebih ahli, seperti dokter atau psikiater.

Berbagai kemudahan instan

Bukan internet namanya bila tidak menawarkan segala kemudahan. Mulai dari game online hingga belanja online bisa dilakukan via internet. Misalnya, hanya dengan mengakses situs belanja online serta tambahan kemudahan online banking dapat membuat seseorang menjadi pecandu internet.

Hari-hari pertama yang awalnya hanya melihat-lihat produk dalam katalog dapat berubah menjadi aktivitas ’penggalian’ produk-produk lintas online shop dengan harga paling murah dengan kualitas maksimal. Terkesan sepele memang, tapi saat ini diprediksi banyak netizen yang menjadi korban IAD akibat perubahan tren gaya hidup ini. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mencari informasi sebuah produk, termasuk menjelajahi forum-forum untuk mendapatkan harga terbaik. Sekilas penyimpangan mental ini seperti ’shopaholic’ online.

Kemudahan mencari informasi atau bahkan memenangkan kuis berhadiah jutaan hanya dengan ’spamming’ lintas jejaring sosial dapat merambat ke pencarian informasi terhadap hal lain yang negatif, seperti judi online atau konten-konten pornografi. Tak pelak, beragam aktivitas yang ’nyandu’ dan kemudahan akses membuat mereka semakin lama menghabiskan waktu online. #erika_cgo

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support