Baru terhitung dua bulan, masyarakat Riau terbebas dari kabut asap pekat imbas Karhutla. Asap hilang karena musim penghujan telah tiba. Derita jutaan rakyat terpapar asap, masih belum lupa dari ingatan. Kini derita kembali menyambung di musim hujan banjir di mana-mana.
Caping Gunung Indonesia - Inilah derita panjang masyarakat Riau imbas lingkungan yang dirusak, ketika musim kemarau, rakyat menderita imbas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Musim penghujan, banjir pun datang.
Baru terhitung dua bulan, masyarakat Riau terbebas dari kabut asap pekat imbas Karhutla. Asap hilang karena musim penghujan telah tiba. Derita jutaan rakyat terpapar asap, masih belum lupa dari ingatan. Kini derita kembali menyambung di musim hujan banjir di mana-mana.
Musim kemarau, Agustus hingga September sebagai puncak terjadinya asap mengepung Riau. Gubernur Riau, Syamsuar yang baru menjabat belum genap setahun pun gagal mempertahakan Riau bebas asap sebagai mana tiga tahun sebelumnya secara berturut tanpa asap. Saat puncak asap, di mana masyarakat yang terpapar jatuh sakit, Syamsuar bersama istrinya malah sempat ke Thailand dengan dalil ada undangan bicara investasi.
Pemprov Riau lambat menetapkan status darutat asap. Penetapan darurat asap justru dilakukan sepekan menjelang Riau memasuki musim penghujan. Kepergian Syamsuar dan istrinya ke Thailand sempat menjadi sindiran Mendagri kala itu. Syamsuar disindir sensitivitasnya karena pergi ke luar negeri saat rakyatnya terpapar asap.
"Harusnya dia punya empati sensitivitaslah, masyarakat lagi menderita, ya tunda kalau hanya sekedar liat pameran," kata Mendagri Tjahjo Kumulo kala itu Selasa (24/9/2019).Masyarakat Riau saat dikepung asap terjadi kepanikan luar biasa. Sekolah hingga perguruan tinggi ramai-ramai meliburkan aktivitas belajar mengajar. Bandar Sultan Syarif Kasim Pekanbaru sempat terganggu jadwal penerbangan karena pesawat tidak bisa mendarat. Bandara Pinang Kampai di Dumai malah sempat tutup.
Kini musim penghujan, banjir melanda Riau. Di Kabupaten Rohul seorang bocah tewas terseret banjir. Disusul lagi anak usia 2 tahun tewas mengapung pematang sawah karena banjir di Kabupaten Kuansing. "Masyarakat terus menderita saat musim kemarau dan musim penghujan. Ini ada yang salah dalam kebijakan yang diberikan pemerintah pusat dan daerah," kata Direktur Scale Up Dr Rawa El AmadyKebijakan nasional yang dikritisi aktivis lingkungan ini, soal pemberian izin berdalil investasi untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri yang dianggap berlebihan. Pemberian izin tersebut dinilai telah merambah kawasan hutan menjadi tanaman monokultur yang tidak lagi bisa menjadi kawasan tangkapan air.
"Kebijakan nasional yang memberikan izin pelepasan kawasan hutan untuk investasi perkebunan sawit dan sebagainya harus segera dihentikan. Pemerintah daerah juga mestinya tidak merekomendasikan seluruh kawasan hutannya untuk dijadikan perkebunan sawit, hutan tanaman industri atau izin pertambangan lain yang mesti menghancurkan hutan yang tersisa," kata Rawa.Banjir yang terjadi saat ini, sambungnya, imbas dari lajunya deforestasi yang tak terkendali baik di Riau maupun provinsi tetangga Sumut dan Sumbar. Sejumlah aliran sungai di Riau, bagian hulunya ada di dua provinsi tersebut.
"Di sinilah perlunya sinergitas kepala daerah untuk sama-sama menghijaukan kembali kawasan hutan yang telah rusak. Tanpa ada kerjasama antara Pemprov Riau, Sumbar dan Sumut, mustahil persoalan kerusakan lingkungan bisa diatasi. Banjir akan tetap menghantui," kata Rawa.#nur_cgo
Sumber, Berita Indonesia
0 comments:
Posting Komentar