Caping Gunung Indonesia - Kepolisian Hong Kong mengklaim telah menyampaikan simpati kepada jurnalis asal Indonesia, Veby Mega Indah, yang terkena peluru karet saat meliput unjuk rasa. Namun pihak kepolisian juga membela operasi yang dilakukan personel kepolisian saat kejadian.
Seperti dilansir media lokal South China Morning Post (SCMP), Selasa (1/10/2019), Kepala Biro Humas Kepolisian Hong Kong, John Tse Chun-chung, menyebut saat kejadian pada Minggu (29/9) waktu setempat, terdapat jurnalis dan demonstran di lokasi kejadian yang ada di sebuah jembatan di area Wan Chai. John Tse mengatakan, saat itu para demonstran melemparkan dua bom molotov dari jembatan, yang dianggap membahayakan nyawa polisi.
"Kami telah menyampaikan simpati kami kepada sang jurnalis dan berkomunikasi dengannya melalui seorang perwakilan dari Konsulat Indonesia. Dia (Veby) mengatakan dia butuh istirahat dan menolak untuk memberikan pernyataan kepada polisi, tapi dia akan mengajukan laporan melalui pengacaranya nanti," tutur John Tse dalam konferensi pers pada Senin (30/9) waktu setempat.
Veby kini tengah menjalani perawatan medis di Pamela Youde Nethersole Eastern Hospital di Chai Wan, Hong Kong. KJRI Hong Kong menyebut Veby dirawat dalam keadaan sadar. Pihak KJRI terus melakukan pendampingan dan bantuan terhadapnya.
Dalam wawancara eksklusif kepada SCMP, Veby menyebut mata kanannya terluka akibat sebuah proyektil dan dia harus mendapatkan tiga jahitan di dekat alis. Menurut SCMP, belum diketahui pasti apakah Veby terkena peluru karet atau beanbag round yang berisi butiran mirip gotri. SCMP menyebut bagian dahi dan mata kanan Veby masih tampak bengkak. Veby mengeluhkan rasa sakit amat sangat dan pusing.
Veby telah memakai rompi 'PRESS' dan memakai helm serta kacamata pelindung, namun masih terkena proyektil dari polisi. Disebutkan Veby bahwa insiden yang menimpa dirinya terjadi di jembatan penghubung Immigration Tower dan stasiun MTR (Mass Transit Railway) Wan Chai.
Seperti dilansir media lokal South China Morning Post (SCMP), Selasa (1/10/2019), Kepala Biro Humas Kepolisian Hong Kong, John Tse Chun-chung, menyebut saat kejadian pada Minggu (29/9) waktu setempat, terdapat jurnalis dan demonstran di lokasi kejadian yang ada di sebuah jembatan di area Wan Chai. John Tse mengatakan, saat itu para demonstran melemparkan dua bom molotov dari jembatan, yang dianggap membahayakan nyawa polisi.
"Kami telah menyampaikan simpati kami kepada sang jurnalis dan berkomunikasi dengannya melalui seorang perwakilan dari Konsulat Indonesia. Dia (Veby) mengatakan dia butuh istirahat dan menolak untuk memberikan pernyataan kepada polisi, tapi dia akan mengajukan laporan melalui pengacaranya nanti," tutur John Tse dalam konferensi pers pada Senin (30/9) waktu setempat.
Veby kini tengah menjalani perawatan medis di Pamela Youde Nethersole Eastern Hospital di Chai Wan, Hong Kong. KJRI Hong Kong menyebut Veby dirawat dalam keadaan sadar. Pihak KJRI terus melakukan pendampingan dan bantuan terhadapnya.
Dalam wawancara eksklusif kepada SCMP, Veby menyebut mata kanannya terluka akibat sebuah proyektil dan dia harus mendapatkan tiga jahitan di dekat alis. Menurut SCMP, belum diketahui pasti apakah Veby terkena peluru karet atau beanbag round yang berisi butiran mirip gotri. SCMP menyebut bagian dahi dan mata kanan Veby masih tampak bengkak. Veby mengeluhkan rasa sakit amat sangat dan pusing.
Veby telah memakai rompi 'PRESS' dan memakai helm serta kacamata pelindung, namun masih terkena proyektil dari polisi. Disebutkan Veby bahwa insiden yang menimpa dirinya terjadi di jembatan penghubung Immigration Tower dan stasiun MTR (Mass Transit Railway) Wan Chai.
Di Hong Kong, Veby diketahui bekerja sebagai associate editor pada Suara Hong Kong News, sebuah media lokal yang banyak dibaca para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong.
Pengacara yang mewakili Veby, Michael Vidler, menuduh polisi Hong Kong melepas tembakan dari sudut rendah dan jarak mematikan, yakni 12 meter. Vidler menegaskan bahwa Kepolisian Hong Kong harus bertanggung jawab atas luka-luka yang dialami kliennya, yang jelas-jelas saat kejadian teridentifikasi sebagai 'PERS' dan tidak memberikan ancaman kepada polisi.
"Proyektil ini ditembakkan dari jarak mematikan dan sudut rendah di mana dampaknya pasti terjadi pada tubuh bagian atas atau kepala. Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap panduan yang dirilis pabrikan senjata tersebut, terhadap instruksi profesional apapun dan norma internasional," tegas Vidler.
"Tanggung jawab atas insiden ini ada pada Komisioner Polisi yang telah gagal mengendalikan perilaku sembrono yang semakin meningkat dari beberapa anak buahnya," imbuhnya.
Ditegaskan Vidler bahwa kliennya akan mengajukan gugatan hukum untuk menuntut kompensasi. KJRI Hong Kong sendiri, dalam surat kepada Kepolisian Hong Kong pada Senin (30/9) waktu setempat, telah meminta agar penyelidikan dilakukan terhadap insiden ini.
Secara terpisah, Asosiasi Jurnalis Hong Kong mengecam keras penggunaan dan adanya ancaman kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa antipemerintah. Mereka juga mengecam tembakan proyektil yang melukai Veby.#puput_cgo
sumber, Berita Indonesia
0 comments:
Posting Komentar