Caping Gunung Indonesia - Atas berbagai karut-marut sepak bola yang tak kunjung usai, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi terhadap PSSI, Sabtu (30/5/2015). Akibat putusan itu, Indonesia dilarang mengikuti turnamen internasional FIFA maupun AFC hingga waktu yang tidak ditentukan.
Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke, dalam suratnya kepada PSSI, mengatakan, pihaknya baru akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan apabila Indonesia memenuhi empat syarat. Inti dari syarat itu adalah PSSI kembali diberi wewenang mengelola urusannya secara independen.
Namun, rasanya syarat itu bakal kembali mengulang pertanyaan membosankan. Apakah independensi PSSI mengelola kompetisi sepak bola Tanah Air hingga saat ini sudah berjalan dengan baik? Apakah independensi mereka juga bisa membuat ratusan juta masyarakat Indonesia bersukacita menyaksikan timnas berpesta di podium kemenangan?
Maklum, semenjak puluhan tahun lalu, apa yang terdengar dari sepak bola Indonesia hanyalah kekacauan, kebingungan, ketidakpastian, intrik, dan rivalitas bersambung-sambungan. Anehnya, para pengurus yang terlibat pada periode itu hingga kini masih "sakti" duduk di kursi petinggi, berjalan bebas seakan merasa tak terjadi hal yang mengkhawatirkan.
Semenjak emas SEA Games Manila 1991, pemerintahan telah berganti lima kali. Posisi pelatih timnas pun dibongkar pasang puluhan kali, mulai yang berasal dari Jawa, Sumatera, hingga luar negeri. Pengurus PSSI? Boro-boro undur diri, timnas gagal puluhan kali mereka tetap asyik sibuk mengamankan jatah kursi.
Belum lagi melihat kinerja asosiasi provinsi PSSI yang selama ini dinilai kerap abai menjalankan tugasnya di daerah. Padahal, salah satu titik krusial pembinaan sepak bola adalah membentuk sistem kompetisi yang baik di level amatir. Oleh karena itulah, jangan dulu bicara prestasi jika para pengurus sepak bola di negeri ini tak tersentuh arus reformasi.#oktacgo
sumber,berita indonesia
0 comments:
Posting Komentar